Wednesday, July 4, 2012

Euro 2012, Sepak Bola dan Katarsis Sosial

Hampir bisa dipastikan, selama hampir satu bulan terakhir ini, seluruh kafe, warung kopi dan yang sejenisnya dipenuhi oleh pengunjung untuk nobar alias nonton bareng tahap demi tahap perhelatan prestisius sepak bola di benua Eropa. Publik luas lebih mengenalnya dengan sebutan piala Eropa 2012. Tak jarang  kita rela berjaga dan bergadang menantinya.
Senin dini hari waktu Indonesia bagian barat merupakan pertandingan puncak babak final yang mempertemukan Spanyol kontra Italia di Olympic Stadium, Kiev, Ukraina. Dan, Spanyol pun (kembali) merajai Eropa usai menaklukkan Gli Azzurri -sebutan tim nasional Italia- dengan skor telak 4-0. La Furia Roja –sebutan tim nasional Spanyol- berhasil mempertahankan gelar mereka sebagai jawara Eropa.

Sontak, jeritan-jeritan "Campeones, Campeones (juara, juara)" bergemuruh di jalan-jalan di seantero negeri matador itu. Dalam lautan warna merah dan kuning, warga Spanyol menyanyikan lagu tersebut untuk merayakan keberhasilan tim nasional mereka menjuarai Piala Eropa 2012 (republika.co.id, 2/7/2012). Untuk sesaat euforia kemenangan itu menenggelamkan badai krisis ekonomi yang saat ini sedang menerpa Negeri Matador. Tua dan muda bergabung dalam pesta perayaan, mengibarkan bendera nasional di tangan-tangan mereka, dari kaca mobil dan belakang sepeda motor sambil membunyikan klakson, untuk merayakan kemenangan bersejarah itu.

Warna kebesaran Spanyol, merah dan kuning, ada di mana-mana: pada wajah-wajah yang dicat, rambut palsu yang diwarnai, pada syal yang melilit di bahu para penggemar, melingkari pinggang mereka, dan pada bendera-bendera seharga dua euro yang dikibarkan oleh kaum tua dan muda. Hari ini seluruh negeri bersatu sebagai kesatuan, dan semua orang menyaksikan Piala Eropa. Dan krisis? Tidak seorang pun memikirkan krisis.

Catatan-Catatan Istimewa

Bagi skuad Italia, kekalahan itu memang pantas, dan tidak perlu disesalkan. Hal ini diakui oleh sang kapten sekaligus keeper Gli Azzurri, Gianluigi Buffon, bahwa Spanyol lebih superior pada laga final tersebut. Namun demikian, Italia tetap layak mendapat pujian karena mampu membalikan prediksi banyak orang. Lolos hingga ke babak final adalah sebuah kejutan bagi Italia yang pada saat persiapan pra-turnamen terganggu skandal Scommessopoli dan krisis di lini belakang tim.

Ada tiga belas catatan istimewa dari partai final tersebut, seperti dikutip dari Reuters oleh detik.com (2/7/2012). Satu, Spanyol adalah tim pertama yang berturut-turut menjuarai Piala Eropa, dan di antaranya juga memenangi Piala Dunia. Ini adalah titel ketiga mereka di kancah Eropa, menyamai rekor Jerman. Dua, empat gol (4-0) adalah skor dan selisih terbesar dalam sejarah pertandingan final Piala Eropa. Tiga, Vicente del Bosque menjadi pelatih kedua yang pernah menjuarai Piala Eropa dan Piala Dunia. Figur pertama adalah Helmut Schoen yang membawa Jerman memenangi Piala Eropa 1972 dan Piala Dunia 1974.

Empat, ini adalah kali pertama Spanyol mengalahkan Italia di pertandingan normal dari delapan pertemuan mereka di turnamen besar. (Di perempatfinal Piala Eropa 2008 Spanyol menang atas Italia lewat adu penalti). Lima, Fernando Torres menjadi pemain pertama yang mencetak gol di dua final Piala Eropa. Di EURO 2008 dia mengukir gol tunggal kemenangan Spanyol atas Jerman. Enam, Spanyol kini tak terkalahkan dalam 12 pertandingannya di Piala Eropa dan tidak kebobolan dalam lima partai terakhirnya. Dua hal tersebut adalah rekor di turnamen benua biru ini. Mereka juga berhasil clean sheet dalam 10 laga terakhirnya di babak knockout Piala Eropa dan Piala Dunia. Tujuh, kekalahan terakhir Spanyol di Piala Eropa adalah saat ditekuk Swedia 0-2 di babak kualifikasi EURO 2006 -- setelah tak terkalahkan dalam 29 laga.

Delapan, kali terakhir Spanyol kalah setelah unggul 1-0 adalah di bulan September 2006, saat ditaklukkan Irlandia Utara 2-3. Sembilan, ini adalah kali ketiga sebuah tim mencetak dua gol di babak pertama final Piala Eropa. Italia mengalahkan Yugoslavia 2-0 di final (ulangan) 1968, dan Cekoslowakia menundukkan Jerman Barat lewat adu penalti di tahun 1976, setelah unggul 2-1 sampai babak pertama selesai. Sepuluh, Iker Casillas adalah pemain kedua setelah Franz Beckenbauer (1972-1976) yang menjadi kapten dalam kemenangan tim mereka di final Piala Eropa/Dunia.

Sebelas, Casillas juga menjadi pemain pertama yang mencapai 100 kemenangan di level internasional, serta memiliki rekor 79 kali clean sheet dalam 136 penampilan. Dua belas, gelandang Spanyol David Silva mencetak dua gol dan tiga assist di Piala Eropa 2012 – terbanyak dibanding pemain-pemain lain. Tiga belas, Gianluigi Buffon melewati rekor Dino Zoff untuk penampilan terbanyak di putaran final Piala Eropa/Piala Dunia. Ia sudah terlibat di 25 pertandingan, hanya kalah dari Paolo Maldini (36) dan Fabio Cannavaro.

Era Keemasan Spanyol

Spanyol baru saja menorehkan serangkaian rekor usai menjuarai Piala Eropa 2012. Pelatih tim matador, Vicente Del Bosque (detikSport.com, 2/7/2012) menyebut persepakbolaan di negaranya tengah menikmati buah pembinaan berjangka yang sudah dilakukan. Sebelum final Euro 2012, Spanyol sudah merebut dua titel turnamen besar yakni Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010. Spanyol pun berada di ambang sejarah yakni menjadi tim pertama yang mempertahankan titel Piala Eropa plus merebut tiga gelar turnamen besar secara beruntun. Sebelumnya belum ada negara yang mampu melakukannya.

Prestasi gemilang Spanyol dalam empat tahun terakhir boleh dibilang sebagai jawaban atas sebutan tim spesialis kualifikasi yang sebelum ini kerap disematkan pada mereka. Raihan ini tentunya tak lepas dari sekumpulan pemain hebat seperti Casillas, Pique, Alonso, Iniesta, Silva, Fabregas, Torres dll. Mereka sedang memasuki masa emasnya atau bahkan masih ada yang belum mencapai peak performance mereka.

Dengan Piala Dunia 2014 tinggal berjarak dua tahun lalu, mereka yang disebut di atas plus para jugador muda lainnya masih punya kesempatan untuk membawa La Furia Roja berjaya lagi di Brasil. Del Bosque sebagai pelatih pun adalah orang yang paling diuntungkan dengan hal ini dan menyebut sukses yang diraih timnya dalam tiga musim terakhir menunjukkan jika sepakbola Spanyol sedang memasuki masa emasnya.

Katarsis Sosial

Sepak bola lebih daripada sekadar olahraga (Azra, 2010). Ia tak luput mengandung dan sekaligus merupakan ekspresi kebangsaan dan nasionalisme ketika tim nasional berhadapan dengan tim negara lain yang pernah terlibat kisruh sosial-politik dengannya. Richard D Mandell benar ketika beragumen dalam karya klasiknya, Sport: A Cultural History terbitan Columbia University Press (1984), bahwa sepak bola sebagai olahraga modern meski sangat mengutamakan merit, demokrasi, dan prestasi yang teruji, juga sarat muatan ideologis-politis.

Di sisi lain, seperti argumen Andrew Lambert dalam The Evolution of the Football Fan and the Way of Virtue (2010), sepak bola bisa menjadi katarsis positif di tengah berbagai sentimen, emosi, kemarahan, dan rasa frustrasi terkait berbagai kesulitan dan masalah—khususnya ekonomi, sosial dan politik—yang ditemui para pendukung dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, menurut Lambert, katarsis adalah suatu cara untuk membuat kita sendiri tetap sehat secara mental.

Katarsis, istilah Yunani yang berarti ’membilas’ atau ’menyucikan’, mengandung gagasan bahwa orang-orang memerlukan kesempatan untuk membilas, melepaskan, sekaligus menyucikan emosi, sentimen, dan bahkan kemarahan yang terpendam. Keadaan psikologis ini bisa berbahaya bagi kondisi mental dan psikologis yang bersangkutan jika semua itu tetap terpendam, tidak terlepaskan.

Namun, pengungkapan katarsis secara sembrono mengandung risiko sangat besar sehingga terperangkap dalam jebakan rasisme dan fanatisme buta. Inilah yang terjadi pada dunia sepak bola di tanah air tercinta. Dus, tantangan Indonesia hari-hari ini dan hari-hari yang akan datang adalah mengungkapkan katarsis secara relatif bebas, tetapi tetap dengan tidak melakukan pelanggaran serius terhadap norma-norma etik dan keadaban publik. Semoga.

Ahmad Arif
Penulis adalah owner RUMAN (Rumoh Baca Aneuk Nanggroe) Banda Aceh


Sumber : Okezone

No comments:

Post a Comment